Dolanan Anak yang Tergerus Zaman



Tadi pagi-pagi sekali, segerombol anak laki-laki berjalan di depan rumah. Bercanda dan tertawa tanpa beban. Mereka berhenti di depan pos ronda dan mulai mengeluarkan benda-benda yang memenuhi kantongnya. Salah satu memegang korek api, kemudian menyalakannya. Satu batang mercon disulut, sambil siap-siap menjauh. Satu tangan menutup telinga, satu tangan menyulut lintingan mercon itu. Dan kemudian…Dorr!
Besok hari Ahad dan anak-anak libur sekolah. Sudah dapat dipastikan suara dar der dor itu akan lebih banyak terdengar. Aku tak habis pikir, apa yang bisa dinikmati dari sebuah mercon?. Kalaupun yang dinikmati adalah suara dor-nya, lalu kenapa mereka tutup telinga ketika menyulut mercon itu? Kalau yang dinikmati bau mercon bakarnya, kenapa harus keluar duit buat beli mercon? pulang aja ke rumah dan cium bau dapur. Beres. Lagian bermain api itu kan bahaya.
Lepas dari mercon-mercon itu, ada permainan yang lebih modern, lebih canggih dan lebih bermutu (katanya). Permainan yang sebenarnya dapat meningkatkan aktivitas kognitif anak dan kemampuan berlogika. Kita dapat dengan mudah menemukannya di komputer, tablet, hingga ponsel. Ya, aplikasi games dalam gadget akhir-akhir ini sangat digemari anak-anak.  Coba kita tanya ke anak-anak, siapa yang tidak mengenal games Angry Birds? Bahkan kita, manusia yang lebih dewasa, juga menyukainya. Termasuk saya :) . Aplikasi games di gadget memang digunakan untuk entertain, bersifat refreshing. Namun, bagi anak-anak, menurut saya, amat sangat perlu dibatasi.
Pun tak dapat dipungkiri kemajuan teknologi juga telah menciptakan mainan ‘cerdas’ untuk anak. Kecerdasan berpikir diunggulkan dengan melatih kemampuan otak anak untuk mengatur strategi dalam menyelesaikan permainan tersebut. Kemampuan kognitif meningkat pesat. Namun benarkah itu bermanfaat bagi masa depan anak?
Ada kelemahan dari game modern yang ada saat ini adalah berpeluang mendorong anak menjadi individualistis karena cenderung sibuk dengan dirinya sendiri. Lihat saja, anak lebih banyak menghabiskan waktu bermain dengan gadgetnya. Hal ini juga dikhawatirkan menumbuhkan sikap malas dan kurang sehat. Anak tidak banyak bergerak dan jarang berinteraksi. Menurut kak Seto Mulyadi, dengan maraknya game modern di kalangan anak-anak, Kecerdasan kognitif anak memang berkembang pesat, tapi secara moral dan spiritualnya kurang. Kecerdasan motorik juga bisa terkena imbasnya karena anak menjadi malas berkeringat. Bila begitu, risiko obesitas pun dapat menghampiri.
Sekarang saya mau tanya ke teman-teman semua, dulu permainan tradisional apa yang pernah kalian mainkan? dakon, gobag sodor, engklek, betengan, petak umpet? Lalu tengoklah anak-anak di sekitarmu! Apakah mereka masih memainkannya? Jarang bahkan bisa dikatakan tidak pernah. Padahal permainan tradisional itu secara tidak langsung mengajarkan mentalitas reward and punishment, bagaimana sikap mental anak yang kalah dan harus menerima hukuman dan yang menang mendapatkan hadiah. Hal itu melahirkan mentalitas sportif dalam diri anak-anak tersebut. Selain itu, sosialitas anak-anak terjalin ketika bermain bersama. Kemampuan berinteraksi dengan teman sebaya sangat penting bagi perkembangan kecerdasan emosional anak. Anak harus banyak terstimulasi untuk mudah berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ada juga manfaat kesehatan yang diperoleh dari keringat yang dikeluarkan ketika bermain permainan tradisional tersebut. Ambil contoh permainan betengan, mengharuskan anak-anak untuk berlari cepat, mengatur strategi, bergerak lincah dan pandai berkelit.
Sangat disayangkan permainan tradisional yang begitu bermanfaat harus dikalahkan dengan permainan virtual. Namun kita tidak bisa pula menyalahkan teknologi. Keberadaaan permainan tradisional yang semakin langka juga dikarenakan terbatasnya ruang gerak anak untuk bergerak bebas. Tidak ada tempat yang cukup besar untuk bermain betengan di sekitar rumah. Juga banyak tembok-tembok pembatas antar tetangga yang menyulitkan berinteraksi.
selain itu juga ada faktor pola asuh orang tua. Dimana orang tua memang sengaja memberikan gadget agar anak tidak banyak bermain di luar dengan alasan kotor, berbahaya dan segala kekhawatiran lain. Adapula mentalitas yang diajarkan orang tua bahwa permainan tradisional itu kuno dan tidak mengikuti perkembangan zaman.
Hemm…sudah hampir tengah malam nih.
Anyway, dari sekian panjang tulisan saya, memang masing-masing permainan (baik tradisional maupun modern) ada plus dan minusnya. Setidaknya berpikirlah lebih matang apa yang terbaik untuk anak. Melestarikan permainan tradisional sebagai salah satu aset pembentuk mentalitas generasi penerus. Namun, perkembangan teknologi juga tak bisa dihindari.
Menjadi bijaklah, para orang tua, calon orang tua, pendidik, pengasuh, dan manusia yang peduli dengan generasi penerus bangsa.
*cmut*
seorang lugu yang suka tersenyum

Anak-anak lereng merapi, dimana aku pernah bermain bersama mereka, 2011

Cmut dan Isa dengan game di tablet punya abinya Isa. ^_^