Hilang


“Pokoknya aku tidak mau, Diy!” Mata Puspa berapi-api. Menatap kesal pada kakaknya itu.
“Tapi kita tidak bisa melakukan apa-apa kecuali pergi dari sini, Pus.” Dengan sabar Diyar menjelaskan.
Puspa menghentak kesal. Langkah-langkah tegasnya mengarah ke kamar dan… Darr! Pintu terbanting kasar. Diyar hanya bisa menghela nafas.

Rumah ini, sudah bukan milik mereka lagi. Bukan milik keluarga besar Suketi Jiwo lagi. Diyar tidak bisa membayar tagihan dari Pegadaian. Ya, sertifikat rumah warisan ini sudah digadaikan oleh Ayah mereka. Kecanduan judi telah membuatnya kalap. Semua isi rumah ini telah dijualnya.

Kecuali cermin tua di kamar Puspa.

Pyaar…

Lamunan Diyar terpecah. Segera dia berlari menuju kamar Puspa. Jangan-jangan…

“Puspa, buka pintunya!” Diyar mendorong sekuat tenaga, namun pintu itu bergeming.
Diyar tak habis akal. Keluarlah ia dan mendobrak jendela dari luar.

“Puspa… Puspa…” Teriaknya. Tak ada jawaban, hanya gaung suaranya yang menjelma.

Aneh. Tidak ada siapa-siapa di kamarnya.
Diyar semakin bingung.
Lebih aneh lagi, cermin tua itu masih utuh. Tidak seperti dugaannya tadi.

Tapi,
“Puspa?”
Diyar menatap sebuah bayangan yang semula menampilkan sosok dirinya sendiri.
Namun, kini berubah menjadi dua sosok perempuan, Puspa dan Ibu.

“Diyar, maafkan kami. Kami harus kembali. Dunia kita berbeda.”


Suara merdu ibu sayup tenggelam dan hilang dalam cermin tua.