Mendayung saja...

“Hei aku ingin bicara!”
(melangkah pergi, tergesa) “...”
“Berhentilah sejenak! dengarkan aku!”
(berhenti) “Apa?”
“Jangan pernah seperti ini lagi! Tidakkah kau ingin bahagia?”
“Lalu, harus diam, dan mengalir bersama arus itu?”
“Tidak, sayang. sama sekali tidak. Lihatlah kau tak selemah itu!”
“...” (mulai terisak)
“Kau punya sampan yang kokoh. dan kau punya dayung sendiri. Ubah saja haluanmu sesukamu. cari arus yang sesuai dengan pribadimu”
“Aku kehilangan dayungku saat menabrak karang. Karang di pantai yang tak ku kenal”
“Pantai yang tak kau kenal?”
“Ya, bukankah aku sudah bercerita padamu? oh aku lupa, akku terlalu kalut kala itu,”
“...”
“Aku takut ke pantai lagi, takut mereka tak mengenaliku hingga menabrakkanku ke karang lagi”
“Hei, kenapa seperti itu? bukankah kau penjelajah? mencari tantangan selalu?”
“Apa?? kenapa kau katakan itu? aku bahkan tak tau arah. “
“sayang, kau terlalu lugu. Dayung itu tak pernah hilang. tak pernah patah,bahkan oleh karang di pantai asing sekalipun.”
“Dayung itu ada dalam genggamanmu selalu, terpaut rapi dalam sampan hatimu.”
“Benarkah?”
“Coba saja kau raba dan pegang!”
(meraba dan memegang bagian sampannya) “Aku menyentuhnya. Masih sama seperti ketika aku pertama kali menyentuhnya.”
“Jadi kau mau berlayar lagi, atau tenggelam disini?”
“Aku takut, tapi aku tak mau tenggelam disini. Aku juga tak mau bersama arus buruk ini.”
“Baiklah, ayo berlayar lagi!”
(Keduanya tersenyum, melangkah ke tepian dermaga. membawa sampan berlayar lagi di bawah purnama)

Tidak ada komentar: