Perjuangan Tiada Akhir (Resensi Novel Aksi Fantasi Nibiru dan Ksatria Atlantis)


Judul buku                  : Nibiru dan Kesatria Atlantis
Pengarang                   : Tasaro GK
Editor                          : Sukini
Desain Sampul & Isi   : Rendra TH
Penata Isi                    : Ikhsan
Ilustrator                     : Bayu Aryo D
ISBN                           : 978-979-084-346-2
Jumlah halaman           : 692
Tahun terbit                 : 2010
Penerbit                       : Tiga Serangkai

Sedhtelkudh nyidwa nyapidh. Bhelsugany kedharakay thedwemal pe ngabhadh manyuth. Dhanyabhinya sebhadh thednyudpak. Kedhabhanyay jiytha thap thedhpathapay. Nyapidh bhesugany kedhcamayay nyapay leycangi nyagam keyjadhinyay thedhalath kaycad. Dhaca suli leyumibh ngi nyadhi thedhnyaidh sawi kedunyabha seyunya sebhadh Atlantis.
Pada halaman pertama, kita sudah disuguhi dengan kalimat yang aneh namun menggelitik. Cara pengucapan yang cukup membuat lidah terlipat-lipat dan dahi berkerut ini, menjadi daya magnet tersendiri bagi pembaca untuk segera melanjutkan petualangan yang ada di halaman selanjutnya. Apalagi di bagian bawah terdapat tulisan, “Prasasti batu berbahasa Kedhalu. Ditemukan oleh seorang petani di dasar danau mengering Dusun Trowono, sebuah surge di batas selatan Gunung Kidul, Indonesia”. Hmm…sepertinya petualangan sejarah yang menarik untuk dinikmati.
Dhaca Suli sama sekali tidak menyangka bahwa dongeng pengantar tidur itu adalah sebuah legenda yang akan terjadi di masa depan. Kebangkitan Nibiru akan mengakibatkan kehancuran negeri Kedhalu. Nibiru, sang pembawa kiamat tersebut muncul setiap 5013 tahun. Harus ada yang melawannya sebelum Kedhalu benar-benar dihancurkan. Dan Dhaca Suli bertekad untuk mengalahkannya, meski semua orang menganggapnya mustahil. Karena yang sanggup mengalahkan Nibiru hanyalah keturunan Raja Saternatez, yang tidak diketahui keberadaannya.
Keistimewaan Pulau Kedhalu adalah selubung gaib yang menolak serangan dari luar dan menawan setiap warga untuk keluar serta tradisi olah tubuh penduduknya yang mampu mendatangkan kekuatan tanpa batas. Kemampuan itu disebut Pugabha, berarti kuasa. Terdapat 8 pugahaba yaitu nyamal, bhelsuny, wanyis,nyegay, pesam, sutha,nyinaw,dan kiyrany; masing-masing memiliki spesifikasi kemampuan yang berbeda. Antara lain menguasai alam, kesembuhan, satwa, kekebalan, tirai gaib, kekuatan raksasa, tak kasatmata, dan penguasa ruang dan waktu. Tiap orang hanya memiliki satu pughaba. Orang-orang Kedhalu Selatan tidak banyak yang memiliki pughaba layaknya orang-orang Kedhalu Utara. Dhaca suli termasuk salah satu anak yang beruntung memiliki pughaba nyamal.
Dhaca yakin, bahwa dirinya adalah keturunan Raja Saternatez. Untuk itu, dia bersama ketiga sahabatnya Muwu Thedhmamu, Sothap Bhepami dan Nyithal Sadeth, bertekat mengikuti Laga Terakhir Bhepomany, sebuah ajang untuk mendapatkan gelar juara dan mendapatkan Piala Bhepomany. Tujuannya hanya satu, untuk mendapatkan cincin saternatez yang menyimpan kekuatan Raja Saternatez.
Namun, kemampuan pughaba Dhaca sangat minim. Dia harus mengorbankan masa bermainnya untuk berlatih dengan tekun. Apalagi ketika isu kedatangan Nibiru santer diberitakan, penguasa Negeri Atlantis menyerang. Dhaca dan kawan-kawan harus berjuang mati-matian untuk menyelamatkan Bangsa Kedhalu dari jajahan Atlantis maupun ancaman kiamat dari Nibiru.
Mampukah Dhaca melakukannya? Siapa Dhaca sesungguhnya? Semua terkupas dengan apik dengan kupasan yang penuh kejutan. Novel ini menghadirkan imajinasi yang tinggi. Sekilas dari sampul, mungkin terlihat seperti Aang dalam serial Avatar The Legend of Aang. Bahkan kemampuan (pughaba) juga hampir sama dengan empat elemen kekuatan yang dimiliki Aang. Namun, sang Penulis, Tasaro GK, mampu menggambarkan pughaba secara beda, lebih “membumi” untuk masyarakat Indonesia.
Bagi pembaca yang telah menikmati novel Harry Potter, mungkin akan menemukan kesamaan di beberapa bagian penting dari novel ini. Seperti Bhepomany yang mirip dengan Hogwarts, adanya mantra-mantra, dan empat keparat kecil yang selayak tiga sekawan; Harry, Ron dan Hermione. Lagi-lagi Tasaro meramu apik ‘kesamaan’ tersebut menjadi sesuatu yang baru, kisah-kisah yang lebih menggugat.
Jika dilihat secara fisik, penampilan novel ini cukup menarik dengan ilustrasi gambar dominan biru dan kuning. Sampul semi hard cover, menampilkan sosok novel yang elegan. Kertas yang digunakan ringan namun tebal. Standar yang bagus untuk sebuah novel. Di halaman belakang, atau halaman 691, terdapat ilustrasi peta dunia, termasuk negeri Atlantis dan negeri Kedhalu, sanggup menghantarkan imajinasi kita ke dalam dunia yang diciptakan penulis.
Bahasa Kedhalu yang telah disajikan di halaman depan, membuat dahi berkerut untuk memecahkan huruf Kedhalu, selayak novel detektif. Malah telah muncul kamus bahasa Kedhalu yang dibuat pembaca untuk memudahkan pemahaman. Hanya saja, di beberapa bagian terdapat kata-kata yang tidak konsisten (terutama huruf bahasa Kedhalu), entah itu disengaja atau tidak. Sedikit membingungkan pembaca, terutama yang berusaha membaca bahasa Kedhalu.
Dari keseluruhan cerita, Novel ini mampu meracik beberapa kisah yang menghadirkan bermacam emosi. Kisah haru ketika Dhaca mengetahui siapa ibunya, perbedaan kasta yang menjadi problema, kisah romantik antara Thalkay dan Lemathi, serta merasakan kemarahan yang besar saat Dhaca merasa dikhianati oleh orang-orang disekitarnya, ataupun kekuatan saat melawan Jubah Sihir. Seorang Tasaro GK, menunjukkan pughabanya dengan menceritakannya secara ringan namun penuh makna. Pughabanya bernama menulis.

1 komentar:

Kelana mengatakan...

teh tengok blog-ku juga ye
kekekeke
http://elang-kelana.blogspot.com