Ikutan Seminar dan Workshop/Pelatihan, Buat Apa?

Hoooaahhmm... sebenarnya ada naskah yang belum selesai. Tapi nulis itu butuh mood . Dan moodku lagi menguap bersama desau angin. haha...(halah, permakluman yang payah -_-)
Demi memanggil mood yang lagi terbang entah kemana, aku nulis uneg-uneg ini dulu.

Berawal dari cerita seorang teman tentang teman-teman kuliahnya yang rajin ikut seminar, tapi kurang tertarik ikut workshop. Juga, tentang pengalamanku mendengar keluhan seorang peserta workshop yang 'durung gaduk kuping' dengan materi yang disampaikan. Apa yang menjadi sebab?

Sek ah, bentar.
Sebelum kita telusuri sebabnya, lebih baik kita tahu dulu bedanya seminar dan workshop/ pelatihan. Seminar itu merupakan pembahasan suatu masalah dengan berbagai sudut pandang -dari ahli yang diundang-. Jadi, isinya penjabaran masalah dan analisis masalah serta -kadang- diperoleh solusi dari masalah tersebut. Memang sih, cuma omong-omong doang. Tapi kontennya berbobot. Seminar ini meningkatkan aktivitas otak dalam berpikir analitik. Penting lo untuk mengetahui isu yang ada di masyarakat dan bahkan tahu bagaimana mengatasinya atau menghadapinya.
Kalo workshop atau pelatihan, jelas berisi pelatihan (take action). Biasanya berkaitan dengan skill, baik soft maupun hard skill. Karena namanya pelatihan, maka yang ditekankan di sini adalah praktik, bukan cuma ber-cas cis cus teori saja. Dan seringkali, workshop tertentu mengharuskan peserta membayar sejumlah fee yang mahal karena harus mendatangkan ahli yang competent, capable 'n speakable (mampu tapi ga pandai ngomong ga bisa jadi trainer), menyediakan barang-barang yang dibutuhkan untuk workshop, dan keperluan lainnya. Berbeda dengan seminar yang tidak membutuhkan praktik. Cukup mendatangkan ahli dalam bidang tertentu yang sesuai dengan tema seminar. Contohnya, seminar tentang psikopat. Ahli yang diundang adalah dokter ahi jiwa (psikiater), psikolog klinis, kriminolog dan kalo bisa penderita psikopat atau korban psikopat.

Nah, balik lagi ke kasus fenomena mahasiswa yang rajin ikut seminar tapi malas ikut workshop. Jadi, ada mahasiswa yang berbondong-bondong ikut seminar. Apalagi seminarnya gratis. wuuuu...pasti padet tuh daftar hadirnya. Usut punya usut, kebanyakan yang ikut seminar gratis adalah anak kos-kosan. Kok bisa? Di sebuah kampus yang sedang ada fenomena ini, ssalah satu faktor paling berpengaruh adalah sms pengumuman sang korti (koordinator tingkat) yang bunyinya mengandung sedikit provokasi : "...makan siang gratis. lumayan buat ngirit uang makan...". Hmmm...selanjutnya bisa ditebak, ruang diadakannya seminar penuh. Peserta duduk, diam, mendengarkan dan makan siang gratis. Ehem...kayaknya pas jaman aku masih mahasiswa (aktif) juga termasuk deh -_-.

Di lain waktu, masih dengan mahasiswa yang sama. Ada poster tentang workshop keren yang bakal menunjang skill mereka, bahkan sebenarnya bisa menunjang kemampuan mereka menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Tapi, mereka melihat poster itu dengan sebelah mata. Mungkin karena tidak ada tulisan "makan siang gratis"-nya.

 Atau ada kasus lain, dimana koleksi sertifikat menjadi hal utama dalam mengikuti event apapun. Entah seminar atau workshop ataupun cuma nongkrong, yang penting dapet sertifikat. Apalagi, di sertifikat tertulis "sebagai PANITIA". hahaha.. tapi tapi...Nah lo...trs setumpuk sertifikat buat apa sih kalo tanpa ilmu dan skill yang didapat dari event itu?
Mungkin tidak semua mahasiswa seperti itu sih. Ada juga yang bener-bener tertarik mengikuti seminar itu. Hanya saja, fenomena ini banyak terjadi di kampus manapun dan bukan rahasia umum lagi. (atau malah membudaya)

Kasus lain, kalo ini sih aku denger sendiri dan langsung tepok jidat deh. Jadi, ceritanya aku sedang mengikuti sebuah workshop yang diadakan pihak di luar kampus. Setahuku, workshop ini adalah tingkat lanjut dari materi dasar yang diajarkan di perkuliahan. Misalnya gini nih, workshop tentang sempoa maka sebelumnya kita harus paham mengenai matematika dasar (tambah, kurang, kal, bagi). gitu lo...
Nah, sebelum aku masuk ke ruang workshop, aku sempat membayangkan pesertanya adalah mahasiswa semester akhir, atau minimal semester 6 lah karena mereka sudah mendapat mata kuliah dasar tersebut, minimal sudah ada fondasi. Tetapi alangkah terkejutnya ketika aku masuk dan meihat peserta didominasi mahasiswa semester 2 dan 4. Hmmm...padahal mereka mengenal mata kuliah tentang ini pun masih dalam taraf umum -_-. Kemungkinan besar mereka kurang bisa memahami isi workshop ini. Padahal harga tiketnya mencapai ratusan ribu. Menurutku sih, sebanding dengan apa yang aku dapat, tapi untuk mereka? entahlah...

Di lain waktu, ada workshop lagi diadakan oleh pihak kampus. Harga tiket sangat  terjangkau, belasan ribu. kali ini aku cuma sekilas saja melihat, karena materi ini beberapa tingkat di bawah workshop yang pertama tadi. Sempat mendengar seorang mahasiswa (mungkin semester 2 atau 4) sedang berkeluh kesah tentang workshop yang pertama. Katanya, dibandingkan dengan workshop yang kedua, workshop yang pertama sangat tidak menarik, ga mudeng, mahal pula. Sedangkan workshop yang kedua, mudah diterima dan sangat menarik.
Hahaha...aku cuma ketawa dalam hati. Pengen banget aku bilang, "Halo, nak. Liat diri dong! kamu belum gaduk kuping untuk mengikuti workshop itu. Harusnya ikut workshop dasar dulu baru ikut workshop lanjut."
Mungkin dia berpikir, harga tiket mahal menjamin kemampuan atau skill juga meningkat. Padahal, belum tentu juga. Tergantung dari masing-masing pribadi. Dan kadangkala, workshop diadakan secara bertingkat. Semakin tinggi tingkatan maka semakin besar fee yang harus dibayar.

Hmmm...Jadi, menurutku, sebelum mengikuti sebuah seminar atau workshop atau pelatihan atau training atau apalah namanya, sebaiknya :
1. Pahami dengan benar info event itu. Sesuaikan dengan minat dan kebutuhan kita
2. Benahi dulu motivasi mengikuti seminar ataupun workshop. Jangan cuma mencari fasilitas gratisan.
3. Ajukan pertanyaan pada diri sendiri, "Apakah seminar ini/ workshop ini penting buatku?" dan "Kira-kira apa yang bisa aku dapat dari event ini nantinya?"
4. Jangan cuma ikut-ikutan teman. Sukanya grudag-grudug tapi ga tau arah yang jelas.
5. Selekif memilih event agar tidak merasa kecewa di akhir sesi.
6. Ahhh...tambahin sendiri yah...aku ngantuk :D

Udah ah sekian dulu uneg-unegku. sekedar tulisan pembuang mood 'males nulis' aja sih.
Ditunggu komennya ya. hoooaaahhmmm...





1 komentar: